SUDAHKAH ANDA MENULIS?

 


dr. H. Monte Selvanus Luigi Kusuma, MMR

Ketua Bidang MPKU PDM Kebumen

10/12/2024

______________


_Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian._ (Pramoedya Ananta Toer)


Dalam inskripsi-inskripsi yang ditemukan dari peradaban masa lalu, diketahui bahwa tulisan-tulisan yang dianggap tertua ditulis pada 4000 tahun sebelum Masehi. Di antara tulisan-tulisan tertua itu adalah:

✓ tulisan paku bangsa Sumeria Mesopotamia

✓ tulisan hieroglif di Mesir kuno

✓ tulisan kaligrafi di Tionghoa


Penemuan tugu batu undang-undang Hammurabi beserta penemuan-penemuan lainnya tidak saja telah memberikan informasi tentang kehidupan masyarakat zaman dulu, akan tetapi juga telah memberikan kesimpulan-kesimpulan tentang tradisi menulis pada masyarakat semenjak beberapa ribu tahun sebelum Masehi. Salah satu kebiasaan bagi masyarakat di lembah Mesopotamia adalah menulis setiap peristiwa yang terjadi di atas tanah liat yang terawetkan (tablet).


Demikian juga di Mesir, dari beberapa temuan tablet dan bangunan bertulis menunjukkan bahwa bangsa Mesir mencapai puncak kejayaannya setelah adanya tulisan dan mereka abadikan setiap momentum yang terjadi saat itu. Menariknya, terdapat tulisan Hamman di salah satu relief piramid yang mengindikasikan bahwa Piramida yang berusia lebih dari 4000 tahun ini sezaman dengan masa Nabi Musa 'alaihissalam. Hamman sendiri adalah arsitektur Firaun dan menjadi satu-satunya nama bawahan Fir'aun yang tertulis di dalam Al Qur'an.


Tulisan-tulisan mahakarya masa lalu seperti karya sastra Gilgamesh merupakan warisan literatur tertua dari peradaban Mesopotamia (2100 SM), Beowulf dalam bahasa Inggris Lama yang lahir pada sekitar tahun 700-1000 M. 


Ada pula Epos Mahabharata atau Bharatayudha dalam versi Majapahit yang berasal dari India kuno. Dalam epos Mahabharata inilah Wilmana (pesawat luar angkasa) digunakan untuk berperang. Jadi kita bisa bayangkan kemajuan teknologi masa lampau yang sudah dicapai, dan dahsyatnya peperangan Bharatayudha yang terjadi.


Masih banyak bangsa-bangsa lain di dunia ini yang senantiasa menjadikan tradisi menulis sebagai salah satu budaya mereka hingga pengetahuan yang sudah mereka dapatkan dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya. 


*Karakter Jepang dan China Dibentuk Dari Karakter Pahlawannya*

Dalam Buku Taiko karya Eiji Yoshikawa tertulis karakter bangsa Jepang yang diwakili oleh 3 orang tokoh sejarah yaitu Nobunaga, Hideyosi dan Tokugawa.


Tulisan tersebut berbunyi:

Bagaimana jika seekor burung tak mau berkicau?


*Nobunaga* menjawab, “Bunuh saja!”


*Hideyosi* menjawab, “Buat burung itu ingin berkicau.”


*Tokugawa* menjawab, “Tunggu dulu."


Karakter itu menunjukkan bagaimana Jepang membangun negerinya yang diawali dari ketegasan yang keberanian untuk menghancurkan tatanan yang lemah (Nobunaga); paksa orang untuk mengikuti aturan ketat, disiplin dan etos kerja yang bagus (Hideyosi) sehingga terwujud masyarakat tenang dan damai (Tokugawa). 


Guna mempertahankan identitas bangsa, maka banyak dibuat karya sastra bertemakan kepahlawanan dengan tokoh sejarah sebagai tokoh sentralnya; seperti kisah Musashi dengan tokoh sentral Miyamoto Musashi yang memiliki nama lahir Shinmen Benosuke. Bahkan sampai Manga (komik) pun tidak sedikit yang membawakan tokoh sejarah sebagai karakter utamanya seperti Kenshin Himura dalam manga Samurai X. 


Demikianlah karakter kepahlawanan terus menerus ditanamkan dalam jiwa anak-anak Jepang melalui tokoh-tokoh Jepang yang dijadikan idol atau teladan sehingga semangat kebangsaan dan rasa bangga terhadap negara senantiasa terpatri dalam diri mereka. 


China pun demikian, mereka senantiasa menempatkan tokoh-tokoh sejarah untuk membentuk karakter bangsanya. Maka terkenal lah Karya Sastra Samkok yang ditulis pada tahun 120 Masehi; menceritakan munculnya tiga orang Warlord di China pada akhir pemerintahan Dinasti Han. Mereka adalah Cao Cao (negeri Wei), Liu Bei (negeri Shu) dan Sun Quan (negeri Wu) masing-masing telah memaklumatkan diri sebagai kaisar dan mengklaim legitimasi sebagai kekaisaran yang mewarisi Dinasti Han yang telah runtuh.


Dari situlah muncul trik dan intrik, bagaimana cara menaklukkan lawan, bagaimana cara merangkul teman, kapan melakukan serangan kilat, bagaimana mengembangkan perekonomian, bagaimana cara menjebak target dan lain-lain. Sampai-sampai seorang Jenderal Perang bernama Sun Tzu menulis sebuah buku strategi berjudul Sun Tzu Art of War (Seni Berperang Sun Tzu) pada abad ke 6. 


Strategi berperang ini pula di kemudian hari banyak diterapkan di berbagai sektor termasuk ekonomi, teknologi sehingga China menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi dan teknologi terdepan saat ini.


Semua itu tidak terjadi secara kebetulan, tetapi karena rentetan literasi yang panjang dan berkesinambungan yang diwariskan dari generasi ke generasi. Peristiwa demi peristiwa penting senantiasa tercatat, pewarisan ilmu pengetahuan terus berlanjut, sehingga wajar jika pada titik ini, Jepang dan China menjadi negara besar dengan berbagai keunggulannya. 


*Bagaimana Dengan Indonesia?*

Penulisan di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak masa lalu, namun sayangnya tidak semua penulisan-penulisan tersebut sudah terdokumentasi dengan baik. Sebagai contoh dokumentasi sejarah Kerajaan Majapahit; sangat sedikit literasi yang bisa dijadikan sebagai referensi. Sumber sejarah yang digunakan sebagai referensi sebagian besar berasal dari cerita mulut ke mulut, mitos dan legenda. 


Memang ada beberapa karya sastra yang luar biasa seperti Negarakertagama karangan Mpu Prapanca pada tahun 1365, kakawin itu ditulis sebagai elegi mengenang Hayam Wuruk yang wafat, sekaligus gambaran rinci masa keemasan Kerajaan Majapahit.


Lalu ada Epos I La Galigo, yang ditulis pada abad ke 13-14 Masehi, bahkan diakui oleh UNESCO sebagai warisan epos terpanjang di dunia. Tulisan ini berasal dari Suku Bugis Sulawesi. Epos ini mengikuti aturan sastra yang sangat ketat, dimuat dalam 6.000 halaman dengan 300.000 baris. Bandingkan dengan Mahabharata yang hanya memiliki 200.000 baris penulisan.


Ada juga Babad Diponegoro yang terdiri dari 3 versi, versi pertama ditulis oleh beliau sendiri Pangeran Diponegoro selama dalam pengasingan hingga akhir hayat beliau, versi kedua ditulis oleh pihak Keraton Yogyakarta, dan versi ketiga ditulis oleh musuh besar Pangeran Diponegoro yaitu dari pihak Belanda itu sendiri. 


Jauh sebelum itu, kita hanya menemukan prasasti, gulungan lontar dan tablet; sehingga kita kesulitan sekali untuk menyusun alur dari masing-masing peradaban di negeri kita. Tradisi menuliskan sebuah peristiwa atau mencatat kejadian penting belum banyak dilakukan di negeri kita. Apalagi tradisi meneruskan pengetahuan dari generasi lalu ke generasi berikutnya.


Kita pun enggan untuk menekankan karakter pahlawan sehingga dikenang dan diwarisi kepahlawannya pada generasi penerus. Akibatnya banyak generasi penerus yang tidak memahami perjuangan yang dialami oleh para pendahulu bangsa. 


Banyak generasi muda saat ini tidak tahu bagaimana epiknya Bung Tomo menggelorakan semangat juang dalam Perang Surabaya yang menyebabkan 20 ribu militan bangsa kita yang syahid di Surabaya. 


Juga tentang strategi gerilya Jenderal Soedirman yang mampu menerobos kepungan penjajah dan melewati pengkhianatan. Pokok-pokok perjuangan Jenderal Soedirman ini kemudian dibukukan oleh sahabat dan murid beliau yaitu Jenderal A.H Nasution dengan judul Pokok-Pokok Gerilya. Hebatnya, buku itu kemudian menjadi inspirasi bagi Vietnam dalam melawan hegemoni Amerika Serikat dan pada akhirnya berhasil mengusir Amerika dari tanah Vietnam.


Lemahnya literasi dari negeri kita inilah yang menyebabkan:

✓ Kita menjadi tidak memiliki contoh atau panutan, bahkan tidak sedikit dari kita yang justru meniru tokoh-tokoh lain yang tidak sejalan dengan karakter bangsa kita.

✓ Generasi penerus merasa tidak memiliki keterikatan dengan generasi sebelumnya.

✓ Identitas bangsa yang melekat dan semestinya ditanamkan oleh orang tua kepada anak-anak menjadi bias oleh adanya akulturasi budaya. 

✓ Sangat mungkin terjadi distorsi atau penyimpangan dalam mewariskan nilai-nilai luhur bangsa


*Sudahkah Anda Menulis?*

Semua ulama sepakat bahwasanya Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam adalah seorang yang ummi atau tidak bisa membaca dan menulis. Namun demikian, beliau memiliki banyak asisten yang berperan sebagai penulis; sehingga tidak ada satu ayat pun dalam Al Qur'an melainkan ada salinan tulisannya, baik di lembaran, batu, kulit binatang dan lain-lain. 


حناك رجول من أنشور جالسان بيجوار النبي محمد سميث الحديث من رسول الله ، فجاء الحديث ، والام ياحفوز ، لذلك أشتكاء إيلا رسول الله وقيلان: نعم رسول الله ، في لاهو حذيفة فقه رسول الله عطالب المساعيد بياض الامناء.


Ada seorang lelaki Anshor duduk di samping Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam mendengar hadis dari Rasulullah maka hadis itu membuatnya kagum, dan ia tidak menghafalnya, maka ia mengeluhkannya kepada Rasulullah dan ia berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mendengar hadis darimu, maka hadis itu membuatku kagum, dan aku tidak menghafalnya." Maka Rasulullah bersabda mintalah bantuan dengan tangan kananmu. Dan lelaki itu membuat tulisan dengan tangannya.” (HR. Tirmidzi)


Dalam hadits lain, Rasulullah menganjurkan untuk menulis supaya ilmu pengetahuan itu tidak hilang dan dapat diwariskan kepada generasi berikutnya. 


قَيِّدُوا الْعِلْمَ بِالْكِتَابِ


"Ikatlah ilmu dengan tulisan” (HR. at-Thabarani).


إذا سمعت شيئا فاكتبه ولو في الحائط 


“Apabila engkau mendengar sesuatu (dari ilmu) maka tulislah walaupun di atas tembok.” (HR. Abu Khaitsamah dalam Al-Ilmu no.146).


Begitu pentingnya masalah literasi dan pewarisan ilmu pengetahuan, ketika banyak sahabat penghafal Al-Qur'an yang gugur dalam Perang Yamamah pada awal pemerintahan Abu Bakar. Saat itu jumlah penghafal Al-Qur'an yang syahid dalam perang ini diperkirakan mencapai 700 orang. Hal ini membuat Umar bin Khattab khawatir akan punahnya Al-Qur'an, sehingga Khalifah Abu Bakar memerintahkan pengumpulan Al-Qur'an dalam satu mushaf. 


Dari sini jelas sekali, bahwa literasi (kegiatan yang berkaitan dengan membaca dan menulis) adalah sesuatu yang sangat ditekankan dalam agama kita. Tanpa literasi yang baik, maka pewarisan nilai-nilai dan ilmu pengetahuan dari pendahulu kita, tidak akan berjalan dengan baik. Lebih buruk lagi apabila yang terjadi justru distorsi atau penyimpangan dalam menyampaikan nilai-nilai luhur dari generasi sebelumnya kepada generasi berikutnya.


*Kesimpulan*

✓ Sangat ditekankan bagi kita untuk mengembangkan budaya literasi baik membaca maupun menulis. Ingat, bahwa perintah Allah pertama kali bagi kita adalah perintah membaca, artinya literasi adalah satu hal yang sangat fundamental dalam agama Islam.

✓ Sampaikanlah kisah-kisah perjuangan tokoh-tokoh sejarah bangsa kita, sehingga generasi selanjutnya merasa memiliki keterikatan dengan leluhurnya dan bangga dengan identitasnya sebagai umat Islam bangsa Indonesia.

✓ Tulislah sejarah Anda, proposal dan keinginan Anda. Apa yang akan menjadi target Anda dalam 5 tahun ke depan, 10 tahun ke depan dan target Anda dalam hidup ini; target Anda di akhirat nanti. Jika Anda tidak membuat proposal dan merencanakan hidup Anda, yakinlah bahwa hidup Anda ada dalam rencana orang lain. Jika Anda tidak merencanakan hidup yang nikmat setelah hidup ini berakhir, maka bersiap-siaplah menghadapi pengadilan Allah dengan berat. 

_____________________


رَبَّنَا انْفَعْنَا بِمَا عَلَّمْتَنَا 

"Ya Allah berilah kami manfaat apa yang telah kami pelajari."


الْحَقُّ مِن رَّبِّكَ فَلاَ تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ ﴿١٤٧﴾

"Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu." (QS Al Baqarah 147).


Editor: Erlin Kurnia Sri Rejeki

_____________________

1 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.