SUKUN

Penulis : Abduh Hisyam
Editor    : Erlin Kurnia Sri Rejeki
Setiap hari libur tiba, saya selalu bermain di rumah Eyang di Tegal.  Rumah Eyang  bergaya Spanyol  dengan halaman sangat luas.  Eyang kakung adalah mubaligh dan pemimpin Muhammadiyah.  Eyang putri pernah menjadi ketua  Aisyiyah Kota Tegal hingga tiga periode. Eyang putri hingga kini masih sehat.  Usianya kini 78 tahun, namun masih aktif berceramah dan memimpin rapat.

Enam tahun lalu Eyang kakung meninggal dunia. Beberapa tahun sebelumnya,  atas saran eyang putri, Eyang kakung menanam sukun di depan rumah. Hasilnya, di pekarangan rumah ada lima batang besar pohon sukun yang tumbuh subur dan berbuah banyak.  Buah itu dipetik dan dibikin keripik stik sukun, makanan kecil yang renyah dan kemrekes; cocok untuk teman minum teh.

Keripik stik sukun buatan Eyang putri tidak ada duanya, enak bukan kepalang.  Stik sukun itu dibungkus dengan kemasan yang sangat bagus. Tidak untuk dijual, melainkan untuk dihadiahkan kepada orang-orang terdekat Eyang atau jika ada tamu-tamu penting.

Tokoh besar Muhammadiyah seperti Amien Rais, Haedar Nashir atau Din Syamsuddin, pernah juga menikmati stik sukun buatan Eyang. Eyang juga menghadiahkan stik sukun itu kepada  para donator  dermawan yang berinfak  untuk pembangunan madrasah yang dibangun Eyang. 

Karena sukun hanya berbuah di musim-musim tertentu, maka stok buah sukun selalu tidak mencukupi.

Membeli buah sukun di pasar?  Kualitasnya tidak selalu baik. Buah sukun di pasar seringkali terlalu matang sehingga jika dibikin keripik stik sukun ala eyang putri, rasanya tidak enak. Walhasil, tidak setiap saat tersedia keripik stik sukun di rumah Eyang. 

Pekarangan rumah Eyang yang teduh karena pohon sukun itu juga dimanfaatkan sebagai area parkir kendaraan, bermain futsal, atau latihan tapak suci bagi para pelajar yang bersekolah di SD Aisyiyah dan Madrasah Nurunnisa.

SD Aisyiyah dan Madrasah Nurunnisa adalah dua lembaga pendidikan yang dirintis oleh Eyang putri. Eyang putri berobsesi mencetak generasi muda yang sholeh, para calon pemimpin bangsa yang tangguh. Untuk itu, beliau mendirikan sekolah yang keren. Di atas tanah pekarangan itu juga terdapat sebuah toko koperasi milik guru dan karyawan sekolah.

Karena koperasi sekolah membutuhkan lahan luas untuk pengembangan bangunan toko,  sebagian pohon sukun yang ada di pekarangan itu terpaksa harus ditebang. Padahal pohon itu sudah cukup besar.

Jika dua batang pohon ditebang, maka pohon sukun yang ada di pekarangan tinggal tiga batang. Padahal dengan lima pohon saja, stok buah untuk stik sukun tidak mencukupi, apalagi jika tinggal tiga batang ?

Namun dalam setiap perjuangan, memang harus ada pengorbanan.Demi pengembangan koperasi sekolah yang merupakan bagian dari pendidikan, Eyang putri ikhlas dua batang pohon sukun ditebang.

“Tidak ada keberhasilan tanpa pengorbanan,”
Eyang putri berbisik lirih sambil berlinang air mata. Wajahnya menampakkan kesedihan dengan tumbangnya dua pohon sukun yang gagah itu.

Hari-hari pun berlalu. Tibalah musim sukun berbuah.

Apa yang terjadi?
Ternyata pohon sukun yang hanya berjumlah tiga batang  berbuah sangat lebat, bahkan lebih lebat dari biasanya.  Masing-masing pohon sukun berbuah dua kali lebih lebat dari biasanya. Eyang terkejut, geleng-geleng kepala, dan tersenyum bahagia.

Tidak dinyana, ternyata masing-masing pohon telah menghasilkan dua kali lipat sehinga seolah-olah Eyang punya enam batang pohon. Tak hanya itu, buah sukun musim ini jauh lebih banyak dari biasanya.

Wirto – demikian nama pembantu Eyang-pun kewalahan, karena ia harus memanjat pohon untuk memetik buah sukun, mengupasnya, memotong-motongnya dan menggorengnya, hingga membungkusnya, dengan jumlah yang lebih banyak dari sebelumnya. 

Menyaksikan buah sukun yang berlimpah, Eyang putri  kembali meneteskan air mata. Namun kali ini air mata penuh bahagia, ternyata Allah tidak melupakan hambaNya yang selalu ikhlas berkorban.  

Malam itu Eyang begitu gembira. Beliau membawa beberapa potong keripik stik sukun yang masih panas karena baru diangkat dari wajan, dan meminta saya  mencicipinya.

Eyang putri dengan penuh semangat bercerita dan memberikan kami pelajaran tentang arti pengorbanan.

“Jangan ragu-ragu untuk berkorban,  Allah pasti mengganti dengan yang lebih baik,” pesan eyang putri.
“Contohnya, ya pohon sukun itu.”Lanjutnya.

Saya setuju. Saya pun mengangguk-anggukkan saya punya kepala, sambil mengunyah keripik sukun yang lezat, tentu saja.

Note :
Buah sukun adalah buah yang berbentuk bulat atau cenderung lonjong, berwarna hijau terang dan berubah menjadi kuning kecokelatan saat matang.
Secara Filosofi, sukun dimaknai sebagai pohon kehidupan, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di beberapa negara di Eropa. Dari akar hingga buahnya, pohon sukun memberikan manfaat bagi manusia. Ini mengajarkan tentang kelimpahan, ketahanan, dan saling memberi.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.