Oleh: dr. H. Dwi Marhendra, Sp.P
Editor: dr. H. Monte Selvanus, MMR
Kabid MPKU dan MDMC PDM Kebumen
14/12/2020
Dalam sejarah Tanah Jawa, pasca keruntuhan Kesultanan Demak. Berseterulah dua penguasa, yaitu Penguasa Jipang (Blora) dan Pajang (Pengging Boyolali).
Arya Penangsang penguasa Jipang terkenal sangat pemberani dan digdaya, selain memiliki pusaka keris Setan Kober, pangeran Jipang ini juga memiliki kuda jantan yang sangat hebat bernama Gagak Rimang. Hampir tak ada ksatria yang mampu menandingi kepiawaian Arya Penangsang dalam olah senjata dan berkuda.
Alkisah Hadiwijaya (Joko Tingkir) penguasa Pajang, bersekutu dengan Ki Ageng Pemanahan dan Ki Ageng Penjawi (penguasa Pati nantinya) bersepakat melawan pasukan Arya Penangsang, lalu diutuslah putera Ki Ageng Pemanahan yang bernama Danang Sutawijaya (Ngabehi Loring Pasar) untuk memimpin pasukan.
Sutawijaya menyadari, bahwa kemampuan tempur individualnya masih berada di bawah Arya Penangsang. Untuk bertanding satu lawan satu, ia pasti akan dikalahkan dalam berapa jurus. Maka ia pun menyusun strategi yang sama sekali tidak dinyana-nyana oleh Arya Penangsang dan pasukannya.
Kedua pasukan pun saling berhadap-hadapan, Sutawijaya segera maju ke depan dan berteriak, "Arya Jipang, keluarlah hadapi aku Sutawijaya. Jangan seperti perempuan yang beraninya bersembunyi di tengah-tengah pasukanmu!"
Mendengar ejekan ini Arya Penangsang marah, ia segera berteriak, "Hei bocah kemarin sore, ini aku Arya Penangsang siap melayanimu, mulutmu yang kotor akan ku robek dengan keris Setan Kober ini!" Lalu ia segera melesat keluar dari pasukannya sambil mengendarai Gagak Rimang
Setelah memisahkan Arya Penangsang dari pasukannya, Sutawijaya segera menyambut Arya Penangsang. Sasaran Sutawijaya bukanlah Arya Penangsang, melainkan Gagak Rimang yang menjadi kuda perang andalan Arya Penangsang. Maka Sutawijaya sengaja memprovokasi Gagak Rimang dengan menunggang kuda betina.
Provokasi berhasil! Kuda jantan Gagak Rimang tak kuasa menahan provokasi kuda betina Sutawijaya. Gagak Rimang berlari dengan liar ke sana ke mari mengejar kuda betina Sutawijaya, sampai-sampai Arya Penangsang tidak mampu mengendalikan kuda itu.
Saat Arya Penangsang kesulitan mengendalikan tingkah Gagak Rimang inilah, Sutawijya segera menyerang dan menusukkan tombak Kyai Pleret, merobek perut Arya Penangsang. Luka di perut itu demikian parah, dan berakhir dengan kematian Arya Penangsang.
Mengetahui pimpinannya gugur di medan laga, Pasukan Jipang menjadi kocar-kacir dan akhirnya berhasil dikalahkan oleh Pasukan Sutawijaya.
Demikianlah perjuangan Arya Penangsang gagal karena kegenitan kuda andalannya sendiri.
Pesan moral:
1. Acapkali seseorang atau suatu kaum jatuh tergelincir bukan karena sandungan batu yang besar, namun terkadang tergelincir karena sebuah batu kerikil yang kecil.
2. Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Perang itu tipu muslihat.” (HR. Bukhari no 3029 dan Muslim no 58). Di antara tipu muslihat dalam peperangan adalah memberi kekagetan pada musuh. Namun demikian, tidak diperbolehkan mengingkari dan janji apabila telah dilakukan sebelumnya. Pengkhianatan tidak termasuk tipu muslihat yang diperbolehkan dalam peperangan.
3. Siapa pun yang menghendaki adanya kedamaian, hendaknya menyiapkan diri untuk peperangan. (Si vis pacem para bellum). Masa damai jangan sampai melenakan kita, sehingga hanyut dalam keindahan dunia. Sementara ada pihak-pihak di luar sana yang menginginkan dunia kita.
4. Hendaknya setiap pemimpin mendidik dan mengkader generasi penerusnya untuk meneruskan perjuangan, sehingga jika pemimpin tersebut mangkat, tetap ada pengganti yang akan menggantikan kepemimpinannya.
5. Dalam berjuang, semua elemen sama penting antar satu dengan yang lain. Semua tergabung dalam tim yang solid, jika ada satu saja yang bergerak sendirian, sudah dapat dipastikan bahwa tim tersebut akan jatuh atau kalah.
Al-Haqqu min Robbika Falaa Takuunanna minal Mumtariin
Wallahu a'lam bish showab
Leave a Comment