MEMAHAMI ISLAM BERKEMAJUAN

 Memahami Islam Berkemajuan

Oleh: KH. Puji Handoko, S.Ag, M.Ag
Editor: dr. Monte Selvanus Luigi Kusuma, MMR
Pengajian GSB, Masjid Asy Syifa 3/09/2023


Syariat dan Fiqh

لَيْسَ صَلاَةٌ أثْقَلَ عَلَى المُنَافِقِينَ مِنْ صَلاَةِ الفَجْرِ وَالعِشَاءِ ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْواً

“Tidak ada shalat yang lebih berat bagi orang munafik selain dari shalat Shubuh dan shalat ‘Isya’. Seandainya mereka tahu keutamaan yang ada pada kedua shalat tersebut, tentu mereka akan mendatanginya walau sambil merangkak.” (HR. Bukhari no. 657).

Dalam Surat Al Mulk disebutkan bahwa kehidupan dan kematian adalah sebagai ujian. Supaya lulus, maka Allah memberikan tuntunan (syariat). Syariat ini diturunkan kepada Nabi Muhammad untuk kemaslahatan manusia dunia dan akhirat.

Tetapi di masyarakat, pemahaman dan penerapan tentang syariat ini (baik quran dan hadits) berbeda-beda. Sebagai contoh dalam Bulughul Maram nomer hadits 410 disebutkan bahwa Ibnu Abbas menemui Maimunah (bibi) sekaligus istri Rasulullah. Ketika Rasulullah shalat malam, Ibnu Abbas mengikuti beliau di sebelah kiri, lalu Rasulullah menarik Ibnu Abbas pindah ke sebelah kanan beliau. Pertanyaannya apakah sah shalat di sebelah kiri imam apabila sebelah kanan imam kosong? Jumhur 'ulama mengatakan hal itu sah, namun Imam Ahmad menyebutkan hal itu tidak sah karena Rasulullah sampai memindah Ibnu Abbas ke samping kanan beliau. 

Contoh lain tentang penentuan 1 Ramadhan, dan penggunaan Qunut dalam shalat Subuh.

Syariat ini memiliki turunan berupa fiqh. Contoh: Idul Fitri 1 Syawal adalah syariat, namun metode penetapan 1 Syawal adalah fiqh. Perbedaan di dalam Islam ini muncul karena berbeda di dalam menentukan metode (fiqh).

Islam Berkemajuan

Islam berkemajuan adalah Islam yang menjadi tuntunan selama hidup di dunia hingga akherat. Islam Berkemajuan memiliki 5 ciri utama:

1) Berlandaskan Tauhid.

Tauhid itu bukan hanya sekadar keyakinan, tapi juga pengamalan, menghindari perdebatan kalam ataupun teologis. 

Lawan dari tauhid: 

- syirik (menyekutukan Allah)

- tahayul (khayalan atau gambaran dalam pikiran yang tidak ada dasarnya), misalnya larangan punya hajatan pada bulan Muharram.

- khurafat (keyakinan benda-benda mati bisa menyebabkan musibah), misalnya pengagungan kepada batu akik.

2) Kembali Kepada Al Quran dan As Sunnah. 

Posisi Hadits terhadap Al Quran

● Bayan taqrir (hadits menguatkan quran), contoh tentang wudhu.

“Rasulullah SAW bersabda, tidak diterima shalat seseorang yang berhadats sampai ia berwudhu.” (HR.Bukhori dan Abu Hurairah)

Hadits di atas mentaqrir dari surat Al-Maidah ayat 6 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah muka dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki." (QS.Al-Maidah:6).

● Bayan tafsir

a. Menjelaskan Quran (yang sifatnya umum), contoh Quran menyebutkan mendirikan shalat, puasa dan zakat, namun tidak disebutkan detailnya, sehingga dijelaskan dalam hadits


b. Membatasi pemaknaan yang bersifat luas, misalnya ayat tentang potong tangan. Potong tangan yang dimaksud adalah sebatas pergelangan tangan sebagai mana dalam hadits: 

“Rasulullah SAW didatangi seseorang yang membawa pencuri, maka beliau memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan”

Hadist di atas menafsirkan surat Al Maidah ayat 38: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah." (QS.Al-Maidah: 38)

c. Mengecualikan, misalnya Quran menyebutkan larangan memakan bangkai, nabi menjelaskan bahwa bangkai ikan dan belalang dikecualikan dari hal tersebut.

● Bayan Tasyri’ yaitu Nabi membuat hukum baru yang tidak ada dalam Quran, misalnya hukum rajam, larangan menggunakan emas dan sutra yang kesemuanya itu tidak disebutkan dalam Al Quran.

3) Menghidupkan ljtihad dan Tajdid.

Ijtihad masih terbuka, berdasarkan hadits ketika Rasulullah mengutus Muadz bin Jabal menjadi hakim di daerah Yaman. 

4) Mengembangkan Wasatiyah.

Ada 3 sahabat yang berlomba dalam beribadah, sahabat pertama akan shalat malam sepanjang malam, sahabat kedua akan berpuasa sepanjang hari dan sahabat ketiga tidak akan menikah selamanya. Ternyata Rasulullah mendengar dan tidak suka dengan apa mereka sampaikan. Rasulullah berkata, "Demi Allah! Sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan paling taqwa kepada-Nya di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku juga berbuka (tidak puasa), aku shalat (malam) dan aku juga tidur, dan aku juga menikahi wanita. Maka, barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku.”

Silkap pertengahan (wasatiyah) diambil dari makna Surat Al-Baqarah ayat 143 untuk menjadi umat pertengahan (ummatan wasathan). 

وَكَذٰلِكَ جَعَلۡنٰكُمۡ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَکُوۡنُوۡا شُهَدَآءَ عَلَى النَّاسِ 

"Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) "umat pertengahan" agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia" (QS Al Baqarah: 143).

Dan dalam QS. Al-Qoshosh: 77

وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ

"Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan." (QS Al Qoshosh: 77).

5) Sifat Rahmatan Lil-'alamin.

Sifat ini ditunjukkan kepada siapa saja tanpa membeda-bedakan

latar belakang, perbedaan agama, dan kepada lingkungan.

Wallahu a'lam bish showab

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.