PROF. CHAMAMAH SOERATNO

Ibu Chamamah Soeratno (77 th) tampil berpidato pada malam resepsi ulang tahun Nasyaitul Aisyiyah ke 90 di Penthouse Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, 16 September 2018.  Dengan suara tetap lantang,  beliau menolak berpidato sambil duduk.  Beliau mengabaikan kursi yang disediakan panitia.  Ia seolah mau menunjukkan dirinya tetap sehat dan kuat berdiri lama-lama. 

Chamamah Soeratno adalah ketuaumum PP Nasyitul Aisyiyah periode 1965-1970 (?).  Ia kemudian  aktif di Aisyiyah hingga pada tahun 2000 ia ditetapkan sebagai ketua umum PP Aisyiyah lewat muktamar di Jakarta.  Ia meraih gelar sarjana satra di UGM, kemudian melanjutkan studi pascasarjana di Ecole des Hautes Etudes en Science Sociales yang bertempat di Paris di bawah bimbingan Denys Lombard, dan meraih gelar doktor di UGM dengan pembimbing Prof. A Teeuw.

Dalam pidatonya ia mengajak kaum muda perempuan peduli dengan arus budaya populer saat ini, baik yang tersebar lewat media tulisan, musik, tari,  dan film.  Ia mengajak para hadirin pmerenungkan lirik lagu ‘Sayang’ yang dipopulerkan oleh Via Valen.  Lagu itu bercerita tentang seorang perempuan yang menunggu kekasihnya yang telah mengingkari janji, hingga sang perempuan merana-rana.  Walau sang kekasih tidak mengerti cinta perempuan kepadanya, namun ia tetap ditunggu walau harus berairmatakan darah, yang disebut telah memutih warnanya. 

Berikut sebagian lirik lagu ‘Sayang’:

Sayang
Opo kowe krungu jerit e atiku
Mengharap engkau kembali
Sayang
Nganti memutih rambutku
Rabakal luntur tresno ku

Wes tak cobo ngelalekne jenengmu soko atiku
Sak tenan e ra ngapusi isih terno sliramu
Duko pujane ati nanging koe ora ngerti
Kowe wes tak wanti wanti
Malah jebul sak iki koe mblenjani janji
Jare sehidup semati nanging opo bukti
Kowe medot tresno ku demi wedoan liyo
Yowes ra popo insyaallah aku isoh, lilo

Meh sambat kaleh sinten nyen sampun mekaten
Merana urip ku
Aku welasno kangmas aku mesakno aku
Aku nangis, nganti metu eluh getih putih


Lagu ‘sayang’ dinyanyikan dan dihafal bukan hanya oleh para remaja saja melainkan anak-anak usia sekolah dasar hingga orang dewasa.  Apa pesan moral yang terkandung pada lagu tersebut?  Jika lagu itu diterima oleh kalangan luas, begitukah karakter  perempuan  yang sedang jatuh cinta?  Sebuah cinta yang membabi buta dan tanpa nalar.  

Jika kebanyakan orang mengafirmasi sikap perempuan dalam lagu ‘Sayang’ itu, maka menurut Chamamah, para perempuan kita dewasa ini memiliki  sikap fatalistik yang sangat tidak berkemajuan.  Guru besar sastra UGM ini mengajak para aktifis Nasyiatul Aisyiyah agar berkarya dengan menciptakan lagu-lagu yang memiliki pesan yang baik agar kaum perempuan memiliki jiwa yang tangguh dan bernalar sehat. 

Sebuah lagu, menurut Chamamah, harus berisi pesan tentang semangat menghadapi hidup, dan berusaha menanamkan  nilai-nilai luhur seperti kesabaran, keberanian, kesetiaan, dan pengorbanan.  Chamamah tidak setuju melarang orang mengarang lagu-lagu yang liriknya melankolis dan fatalistis seperti lagu ‘sayang.’  Tindakan ‘melarang, boikot, penghadangan, pemberangusan’ bukan jawaban untuk menanamkan nilai-nilai luhur kepada generasi muda.  Cara paling efektif adalah dengan menciptakan lagu-lagu alternatif yang lebih baik.  Dan beliau meletakan harapan itu kepada perempuan Nasyiatul Aisyiyah.

Sungguh dalam kesan saya kepada Prof Chamamah Soeratno.  Di usianyan yang telah lanjut, beliau masih bersemangat dan tetap memiliki idelaisme dan mimpi bagi lahirnya generasi permpuan muda yang berkemajuan.

Prof Chamamah adalah seorang penulis prolifik.  Di antara karya-karyanya  ialah 'Pengantar Teori Filologi' (1985), 'Hikayat Iskandar Zulkarnain: Suntingan Teks dan Analisis Resepsi' (1991), dan 'Muhammadiyah sebagai Gerakan Seni dan Budaya: Suatu Warisan Intelektual yang Terlupakan' (2009), serta ‘Naskah lama dan relevansinya dengan masa kini’ (1996).

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.