MESTAKUNG

Oleh M Abduh Hisyam

Mestakung.  Apa itu?  Adakah hubungannya dengan jaelangkung?
Mestakung adalah singkatan dari Semesta mendukung.  Istilah ini dipopulerkan oleh Prof. Yohanes Surya, salah seorang fisikawan Indonesia yang acapkali mempersiapkan para peserta olimpiade matematika dan fisika internasional.  

Ada sebuah terori, menurut Prof Yohanes Surya, bahwa dalam sebuah kesatuan materi, jika ada salah satu unsurnya bergerak atau digerakkan, maka unsur-unsur yang lain akan ikut bergerak bersama-sama.   Saya barangkali  melakukan penyederhanaan.  Sebuah materi, air umpamanya, jika dipanaskan dalam sebuah ketel, ia akan mencapai titik didih, air berubah menjadi uap yang mampu menekan dan melontarkan  tutup ketel.  Panas yang merambat dan menular dari satu molekul ke molekul air  lain akhirnya merata hingga seluruh air menjadi panas dan pada titik kritis ia menjadi kekuatan yang dahsyat.  Seluruh molekul air mendukung  untuk berubah menjadi energi.  

Dalam kehidupan sehari-hari kita bisa memperhatikan beberapa kejadian. Sebagai contoh dalam sebuah gedung,  jika sebuah pertunjukan baru saja ditampilkan dan ada satu orang bertepuk tangan, secara serentak penonton yang lain akan ikut bertepuk tangan hingga riuh rendah.  Orang-orang tergerak untuk bertepuk tangan karena ada satu orang mengawalinya.  Semua bertepuk tangan.  Semua mendukung. 

Dalam sebuah  kawanan rusa yang sedang merumput, jika ada satu ekor saja berlari dan mengejutkan kawan rusa itu, maka serentak kawanan rusa itu akan ikut berlari semua.

Kumpulan orang yang menunggu bus di halte, jika bus yang ditunggu belum datang sementara waktu kedatangan bus sudah tiba, akan merasa gelisah; dalam keadaan seperti itu jika ada seeorang yang tiba-tiba dengan cepat bangkit dari tempat duduknya dan menghadap ke arah datangnya bus, maka orang lain pun akan bertindak serupa.  Walau bus yang ditunggu tidak ada.  Ada mestakung di sana. 

Apa yang dikatakan oleh ketu Umum PP Muhammadiyah Dr. Haedar Nashir bisa menjadi salah satu contoh bagaimana mestakung bekerja.  Di Papua, demikian dipaparkan Haedar Nashir, ada sebuah kampung di mana tidak ada sekolah.  Anak-anak kampung  itu harus berjalan sejauh tujuh kilometer tiap hari dari rumah menuju kota untuk bisa bersekolah.  Persyarikatan Muhammadiyah setempat akhirnya  mengambil inisiatif mendirikan sekolah di atas lahan seluas dua hektar di kampung tersebut agar anak-anak bisa bersekolah tanpa harus berjalan jauh.  Warga kampung sangat gembira dengan langkah Muhammadiyah.  Upaya Muhammadiyah itu ternyata terdengar oleh seorang tokoh Katholik yang tersentuh dengan gerakan Muhammadiyah.  Akhirnya sang tokoh itu menyumbang lahan seluas tujuh hektar yang diwakafkan kepada Muhammadiyah untuk perluasan sekolah di kampung itu. 

Banyak makna yang bisa diambil sebagai pelajaran dalam berdakwah.  Kita harus yakin bahwa masyarakat luas akan mendukung  jika kita betul-betul menunjukkan kepada mereka bahwa kita berusaha sunguh-sungguh. Kepala SMK Muhammadiyah Petanahan, ustaz Firman Handoko membuktikan hal itu.  Sekolah yang awalnya hampir suwung karena tidak ada muridnya, kini di tahun ajaran baru menerima 71 orang siswa.  Sekolahpun kini berbenah dan semakin bersolek.  Sang kepala sekolah yakin, bahwa jika ia bergerak dan menuturkan niat dan visinya kepada banyak orang maka seluruh dunia akan menolongnya.  Terbukti, Ketua Aisyiyah Petanahan mbak Kusbaniyah yang enerjik turun tangan untuk membantu.  Para tokoh masyarakat pun ikut membantu mencari murid ke desa-desa. Dan kini, hasilnya bisa dilihat.  Di saat sekolah-sekolah lain kesulitan menjaring siswa, SMK Muhammadiyah Petanahan justru kelebihan siswa.  Inilah yang namanya semesta mendukung.  Mestakung! So, mestakung ternyata tidak ada hubungan dengan jaelangkung.

Sokka, 23 Juli 2018

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.